Kehidupan mereka terus berkembang dan akhirnya mereka mulai hidup menetap di suatu tempat. Untuk mempertahankan hidupnya, mereka tidak semata - mata bergantung kepada apa yang disediakan alam. Mereka mulai mengenal sistem pertanian dengan menanam berbagai jenis tanaman dan mulai memelihara ternak. Di samping itu, mereka mulai hidup secara bersama sehingga terbentuklah masyarakat pra sejarah. Mereka saling membantu dalam mempertahankan hidup dan kehidupannya. Misalnya, untuk menangkap binatang buruan, mereka lakukan secara bersama - sama.
Untuk memudahkan cara memenuhi kebutuhan, masyarakat pra aksara mulai mengenal dan membuat peralatan. Alat - alat itu terbuat dari batu, tulang, kayu, atau logam. Alat - alat tersebut ada yang sangat kasar, agak halus, dan sangat halus bentuknya. Di samping itu, ada yang bulat, pipih, runcing, kecil, dan besar. Bentuk dan jenis alat - alat itu sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hidupnya. Sisa - sisa peralatan yang terbuat dari tulang dan kayu, umumnya telah membatu (menjadi batu) atau sering disebut fosil. Sisa - sisa peninggalan ini disebut sebagai hasil kebudayaan fisik (materi).
Masyarakat pra aksara sudah mengenal kepercayaan animisme dan dinamisme. Animisme adalah kepercayaan bahwa setiap benda memiliki roh atau jiwa. Sedangkan dinamisme adalah kepercayaan bahwa setiap benda memiliki kekuatan gaib. Aliran kepercayaan ini disebut sebagai kebudayaan rohani.
A. ASAL USUL NENEK MOYANG
Kehidupan awal masyarakat pra aksara Indonesia tidak dapat dipisahkan
dari perkembangan geografis wilayah Indonesia. Sebelum zaman es atau
glasial, wilayah Indonesia bagian barat menjadi satu dengan daratan Asia
dan wilayah Indonesia bagian timur menjadi satu dengan daratan
Australia. Pendapat ini didasarkan pada persamaan kehidupan flora dan
fauna di Asia dan Australia dengan wilayah Indonesia. Binatang yang
hidup di wilayah Indonesia bagian barat memiliki kesamaan dengan
binatang yang hidup di daratan Asia. Misalnya, gajah, harimau, banteng,
burung, dan sebagainya. Sedangkan binatang yang hidup di wilayah bagian
timur memiliki kesamaan dengan binatang yang hidup di daratan Australia,
seperti burung Cendrawasih.Mencairnya es di kutub utara menyebabkan air laut mengalami kenaikan. Peristiwa ini mengakibatkan wilayah Indonesia menjadi terpisah dengan daratan Asia maupun Australia. Bekas daratan yang menghubungkan Indonesia bagian barat dengan Asia disebut Paparan Sunda. Sedangkan bekas daratan yang menghubungkan Indonesia bagian timur dengan Australia disebut Paparan Sahul. Ternyata, perubahan - perubahan itu sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan kehidupan masyarakat pra aksara Indonesia.
Menurut para ahli, nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Yunan. Daerah Yunan terletak di daratan Asia Tenggara. Tepatnya, di wilayah Myanmar sekarang. Seorang ahli sejarah yang mengemukakan pendapat ini adalah Moh. Ali. Pendapat Moh. Ali ini didasarkan pada argumen bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari hulu - hulu sungai besar di Asia dan kedatangannya ke Indonesia dilakukan secara bergelombang. Gelombang pertama berlangsung dari tahun 3000 SM – 1500 SM dengan menggunakan perahu bercadik satu. Sedangkan gelombang kedua berlangsung antara tahun 1500 SM – 500 SM dengan menggunakan perahu bercadik dua. Tampaknya, pendapat Moh. Ali ini sangat dipengaruhi oleh pendapat Mens bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari daerah Mongol yang terdesak ke selatan oleh bangsa - bangsa yang lebih kuat.
Sementara, para ahli yang lain memiliki pendapat yang beragam dengan berbagai argumen atau alasannya, seperti:
- Prof. Dr. H. Kern dengan teori imigrasi menyatakan bahwa nenek
moyang bangsa Indonesia berasal dari Campa, Kochin Cina, Kamboja.
Pendapat ini didasarkan pada kesamaan bahasa yang dipakai di kepulauan
Indonesia, Polinesia, Melanisia, dan Mikronesia. Menurut hasil
penelitiannya, bahasa - bahasa yang digunakan di daerah - daerah
tersebut berasal dari satu akar bahasa yang sama, yaitu bahasa
Austronesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya nama dan bahasa yang
dipakai daerah - daerah tersebut. Objek penelitian Kern adalah kesamaan
bahasa, namanama binatang dan alat - alat perang.
- Van Heine Geldern berpendapat bahwa nenek moyang bangsa
Indonesia berasal dari daerah Asia. Pendapat ini didukung oleh artefak -
artefak atau peninggalan kebudayaan yang ditemukan di Indonesia
memiliki banyak kesamaan dengan peninggalan - peninggalan kebudayaan
yang ditemukan di daerah Asia.
- Prof. Mohammad Yamin berpendapat bahwa nenek moyang bangsa
Indonesia berasal dari daerah Indonesia sendiri. Pendapat ini didasarkan
pada penemuan fosil - fosil dan artefak - artefak manusia tertua di
Indonesia dalam jumlah yang banyak. Di samping itu, Mohammad Yamin
berpegang pada prinsip Blood Und Breden Unchro, yang berarti darah dan
tanah bangsa Indonesia berasal dari Indonesia sendiri. Manusia purba
mungkin telah tinggal di Indonesia, sebelum terjadi gelombang
perpindahan bangsa - bangsa dari Yunan dan Campa ke wilayah Indonesia.
Persoalannya, apakah nenek moyang bangsa Indonesia adalah manusia purba?
- Hogen berpendapat bangsa yang mendiami daerah pesisir Melayu
berasal dari Sumatera. Bangsa ini bercampur dengan bangsa Mongol dan
kemudian disebut bangsa Proto Melayu dan Deutro Melayu. Bangsa Proto
Melayu (Melayu Tua) menyebar ke wilayah Indonesia pada tahun 3000 SM –
1500 SM. Sedangkan bangsa Deutro Melayu (Melayu Muda) menyebar ke
wilayah Indonesia pada tahun 1500 SM – 500 SM.
Sementara, sekitar tahun 1500 SM, nenek moyang bangsa Indonesia yang berada di Campa terdesak oleh bangsa lain dari Asia Tengah yang lebih kuat. Mereka berpindah ke Kamboja dan kemudian melanjutkan perjalanannya ke Semenanjung Malaka dan daerah Filipina. Dari Semenanjung Malaka, mereka melanjutkan perjalanannya ke daerah Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. Sedangkan mereka yang berada di Filipina melanjutkan perjalanannya ke daerah Minahasa dan daerah - daerah sekitarnya.
Bertitik tolak dari pendapat - pendapat di atas, terdapat hal - hal yang menarik tentang asal - usul nenek moyang bangsa Indonesia.
- Pertama, nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Yunan
dan Campa. Argumen ini merujuk pada pendapat Moh. Ali dan Kern bahwa
sekitar tahun 3000 SM – 1500 SM terjadi gelombang perpindahan bangsa -
bangsa di Yunan dan Campa sebagai akibat desakan bangsa lain dari Asia
Tengah yang lebih kuat. Argumen ini diperkuat dengan adanya persamaan
bahasa, nama binatang, dan nama peralatan yang dipakai di kepulauan
Indonesia, Polinesia, Melanesia, dan Mikronesia.
- Kedua, nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari
Indonesia sendiri. Argumen ini merujuk pada pendapat Mohammad Yamin yang
didukung dengan penemuan fosil - fosil dan artefak - artefak manusia
tertua di wilayah Indonesia dalam jumlah yang banyak. Sementara, fosil
dan artefak manusia tertua jarang ditemukan di daratan Asia.
Sinanthropus Pekinensis yang ditemukan di Cina dan diperkirakan sezaman
dengan Pithecantropus Erectus dari Indonesia, merupakan satu - satunya
penemuan fosil manusia tertua di daratan Asia.
- Ketiga, masyarakat awal yang menempati wilayah Indonesia
termasuk rumpun bangsa Melayu. Oleh karena itu, bangsa Melayu
ditempatkan sebagai nenek moyang bangsa Indonesia. Argumen ini merujuk
pada pendapat Hogen. Bangsa Melayu yang menjadi nenek moyang bangsa
Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
Bangsa Proto Melayu
Bangsa ini memasuki wilayah Indonesia melalui 2 (dua) jalan, yaitu:- Jalan barat dari Semenanjung Malaka ke Sumatera dan selanjutnya menyebar ke beberapa daerah di Indonesia.
- Jalan timur dari Semenanjung Malaka ke Filipina dan Minahasa, serta selanjutnya menyebar ke beberapa daerah di Indonesia.
Bangsa Deutro Melayu
Sejak tahun 500 SM, bangsa Deutro Melayu memasuki wilayah Indonesia
secara bergelombang melalui jalan barat. Kebudayaan bangsa Deitro Melayu
lebih tinggi dari kebudayaan bangsa Proto Melayu. Hasil kebudayaan
mereka terbuat dari logam (perunggu dan besi). Kebuadayaan mereka sering
disebut kebudayaan Don Song, yaitu suatu nama kebudayaan di daerah
Tonkin yang memiliki kesamaan dengan kebudayaan bangsa Deutro Melayu.
Daerah Tonkin diperkirakan merupakan tempat asal bangsa Deutro Melayu,
sebelum menyebar ke wilayah Indonesia. Hasil - hasil kebudayaan perunggu
yang penting di Indonesia adalah kapak corong atau kapak sepatu,
nekara, dan bejana perunggu. Keturunan bangsa Deutro Melayu yang masih
hidup hingga sekarang, di antaranya suku bangsa Melayu, Batak, Minang,
Jawa, Bugis.
Tugas
Diskusikanlah dengan teman - temanmu mengenai asal - asul nenek moyang bangsa Indonesia!
B. POLA KEHIDUPAN MASYARAKAT PRA AKSARA
Masyarakat pra aksara adalah gambaran tentang kehidupan manusia -
manusia pada masa lampau, di mana mereka belum mengenal tulisan sebagai
cirinya. Kehidupan masyarakat pra aksara dapat dibagi dalam beberapa
tahap, yaitu:- kehidupan nomaden,
- kehidupan semi nomaden, dan
- kehidupan menetap.
Secara garis besar, pembagian zaman pra aksara dapat dibedakan sebagai berikut:
Terlepas dari mana asal usul nenek moyang bangsa Indonesia dan kapan mereka mulai tinggal di wilayah Indonesia, kita harus percaya bahwa nenek moyang bangsa Indonesia telah ribuan tahun sebelum masehi telah hidup di wilayah Indonesia. Kehidupan mereka mengalami perkembangan yang teratur seperti bangsa - bangsa di belahan dunia lain. Tahapan perkembangan kehidupan masyarakat pra aksara di Indonesia adalah sebagai berikut:
Pola Kehidupan Nomaden
Nomaden artinya berpindah - pindah dari satu tempat ke tempat yang
lain. Kehidupan masyarakat pra aksara sangat bergantung kepada alam.
Bahkan, kehidupan mereka tak ubahnya seperti kelompok hewan karena
bergantung pada apa yang disediakan alam. Apa yang mereka makan adalah
bahan makanan apa yang disediakan alam. Buah - buahan, umbiumbian, atau
dedaunan yang mereka makan tinggal memetik dari pepohonan atau menggali
dari tanah. Mereka tidak pernah menanam atau mengolah pertanian.Apabila mereka ingin makan ikan, maka mereka tinggal menangkap ikan di sungai, waduk, atau tempat - tempat lain, di mana ikan dapat hidup. Apabila mereka ingin makan daging, maka mereka tinggal berburu untuk menangkap binatang buruannya. Adapun cara menangkap ikan atau binatang buruannya, tentu berbeda dengan yang kita lakukan sekarang. Mereka tidak pernah memelihara ikan atau binatang ternak lainnya.
Berdasarkan pola kehidupan nomaden tersebut, maka masa kehidupan masyarakat pra aksara sering disebut sebagai ‘masa mengumpulkan bahan makanan dan berburu’. Jika bahan makanan yang akan dikumpulkan telah habis, mereka kemudian berpindah ke tempat lain yang banyak menyediakan bahan makanan. Di samping itu, tujuan perpindahan mereka adalah untuk menangkap binatang buruannya. Kehidupan semacam itu berlangsung dalam waktu yang lama dan berlangsung secara terus menerus. Oleh karena itu, mereka tidak pernah memikirkan rumah sebagai tempat tinggal yang tetap.
Mereka tinggal di alam terbuka seperti hutan, di bawah pohon, di tepi sungai, di gunung, di gua, dan di lembah - lembah. Pada waktu itu, lingkungan alam belum stabil dan masih liar atau ganas. Oleh karena itu, setiap orang harus berhati - hati terhadap setiap ancaman yang dapat muncul secara tiba - tiba. Ancaman yang paling membahayakan adalah binatang buas. merupakan musuh utama manusia dalam hidup dan kehidupannya.
Berkaitan dengan kehidupan yang kurang aman, maka untuk menuju ke suatu tempat, mereka biasanya mereka mem memilih jalan dengan menelusuri sungai. Perjalanan melalui sungai dipandang lebih mudah dan aman dari pada melalui daratan (hutan) yang sangat berbahaya. Sesuai dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi, akhirnya timbul pemikiran untuk membuat rakit - rakit sebagai alat transportasi. Bahkan dalam perkembangannya, masyarakat pra aksara mampu membuat perahu sebagai sarana transportasi melalui sungai.
Pada masa nomaden, masyarakat pra aksara telah mengenal kehidupan berkelompok. Jumlah anggota dari setiap kelompok sekitar 10-15 orang. Bahkan, untuk mempermudah hidup dan kehidupannya, mereka telah mampu membuat alat - alat perlengkapan dari batu dan kayu, meskipun bentuknya masih sangat kasar dan sederhana. Ciri - ciri kehidupan masyarakat nomaden adalah sebagai berikut:
- selalu berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain,
- sangat bergantung pada alam,
- belum mengolah bahan makanan,
- hidup dari hasil mengumpulkan bahan makanan dan berburu,
- belum memiliki tempat tinggal yang tetap,
- peralatan hidup masih sangat sederhana dan terbuat dari batu atau kayu.
Pola Kehidupan Semi Nomaden
Terbatasnya, kemampuan alam untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat
menuntut setiap manusia untuk merubah pola kehidupannya. Oleh karena
itu, masyarakat pra aksara mulai merubah pola hidup secara nomaden
menjadi semi nomaden. Kehidupan semi nomaden adalah pola kehidupan yang
berpindah - pindah dari satu tempat ke tempat yang lain, tetapi sudah
disertai dengan kehidupan menetap sementara. Hal ini berkaitan dengan
kenyataan bahwa mereka sudah mulai mengenal cara - cara mengolah bahan
makanan.Pola kehidupan semi nomaden ditandai dengan ciri - ciri sebagai berikut:
- mereka masih berpindah - pindah dari satu tempat ke tempat lain;
- mereka masih bergantung pada alam;
- mereka mulai mengenal cara - cara mengolah bahan makanan;
- mereka telah memiliki tempat tinggal sementara;
- di samping mengumpulkan bahan makanan dan berburu, mereka mulai menanam berbagai jenis tanaman;
- sebelum meninggalkan suatu tempat untuk berpindah ke tempat lain, mereka terlebih dahulu menanam berbagai jenis tanaman dan mereka akan kembali ke tempat itu, ketika musin panen tiba;
- peralatan hidup mereka sudah lebih baik dibandingkan dengan peralatan hidup masyarakat nomaden;
- di samping terbuat dari batu dan kayu, peralatan itu juga terbuat dari tulang sehingga lebih tajam.
Pada zaman ini, masyarakat diperkirakan telah memelihara anjing. Pada waktu itu, anjing merupakan binatang yang dapat membantu manusia dalam berburu binatang. Di Sulawesi Selatan, di dalam sebuah goa ditemukan sisa - sisa gigi anjing oleh Sarasin bersaudara.
Pola Kehidupan Menetap
Kehidupan masyarakat pra aksara terus berkembang sesuai dengan
kebutuhan dan tuntutan masyarakatnya. Ternyata, pola kehidupan semi
nomaden tidak menguntungkan karena setiap manusia masih harus berpindah
dari satu tempat ke tempat yang lain. Di samping itu, setiap orang harus
membangun tempat tinggal, meskipun hanya untuk sementara waktu. Dengan
demikian, pola kehidupan semi nomaden dapat dikatakan kurang efektif dan
efisien. Oleh karena itu, muncul gagasan untuk mengembangkan pola
kehidupan yang menetap. Itulah, konsep dasar yang mendasari perkembangan
kehidupan masyarakat pra aksara.Pola kehidupan menetap memiliki beberapa keuntungan atau kelebihan, di antaranya:
- setiap keluarga dapat membangunan tempat tinggal yang lebih baik untuk waktu yang lebih lama;
- setiap orang dapat menghemat tenaga karena tidak harus membawa peralatan hidup dari satu tempat ke tempat lain;
- para wanita dan anak - anak dapat tinggal lebih lama di rumah dan tidak akan merepotkan;
- wanita dan anak - anak sangat merepotkan, apabila mereka harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain;
- mereka dapat menyimpan sisa - sisa makanan dengan lebih baik dan aman;
- mereka dapat memelihara ternak sehingga mempermudah pemenuhan kebutuhan, terutama apabila cuaca sedang tidak baik;
- mereka memiliki waktu yang lebih banyak untuk berkumpul dengan
keluarga, sekaligus menghasilkan kebudayaan yang bermanfaat bagi hidup
dan kehidupannya;
- mereka mulai mengenal sistem astronomi untuk kepentingan bercocok tanam;
- mereka mulai mengenal sistem kepercayaan.
- memiliki struktur tanah yang lebih subur dan sangat menguntungkan bagi kepentingan bercocok tanam;
- memiliki sumber air yang baik sebagai salah satu kebutuhan hidup manusia;
- lebih mudah dijangkau dan memiliki akses ke daerah lain yang lebih mudah;
C. KEBUDAYAAN MASYARAKAT PRA AKSARA
Zaman pra aksara dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:
- zaman batu, dan
- zaman logam.
Disebut zaman batu karena hasil - hasil kebudayaan pada masa itu sebagian besar terbuat dari batu, mulai dari yang sedernaha dan kasar sampai pada yang baik dan halus. Perbedaan itu merupakan gambaran usia peralatan tersebut. Semakin sederhana dan kasar, maka peralatan itu dikatakan berasal dari zaman yang lebih tua, dan sebaliknya.
Zaman batu sendiri dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu:
- zaman batu tua (paleolitikum),
- zaman batu tengah (mesolitikum), dan
- zaman batu muda (neolitikum).
Beberapa hasil kebudayaan dari zaman paleolitikum, di antaranya adalah kapak genggam, kapak perimbas, monofacial, alat - alat serpih, chopper, dan beberapa jenis kapak yang telah dikerjakan kedua sisinya. Alat - alat ini tidak dapat digolongkan ke dalam kebudayaan batu teras maupun golongan flake. Alat - alat ini dikerjakan secara sederhana dan masih sangat kasar. Bahkan, tidak jarang yang hanya berupa pecahan batu. Beberapa contoh hasil kebudayaan dari zaman paleolitikum dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Chopper merupakan salah satu jenis kapak genggam yang berfungsi sebagai alat penetak. Oleh karena itu, chopper sering disebut sebagai kapak penetak. Mungkin kalian masih sulit membayangkan bagaimana cara menggunakan chopper. Misalnya, kalian akan memotong kayu yang basah atau tali yang besar, sementara kalian tidak memiliki alat pemotong, maka kalian dapat mengambil pecahan batu yang tajam. Kayu atau tali yang akan dipotong diletakan pada benda yang keras dan bagian yang akan dipotong dipukul dengan batu, maka kayu atau tali akan putus. Itulah, cara menggunakan kapak penetak atau chopper.
Contoh hasil kebudayaan dari zaman paleolitikum adalah flake atau alat - alat serpih. Hasil kebudayaan ini banyak ditemukan di wilayah Indonesia, terutama di Sangiran (Jawa Tengah) dan Cebbenge (Sulawesi Selatan). Flake memiliki fungsi yang besar, terutama untuk mengelupas kulit umbi - umbian dan kulit hewan.
Perhatikan salah satu contoh flake yang ditemukan di Sangiran dan Cebbenge.
Pada Zaman Paleolitikum, di samping ditemukan hasil - hasil kebudayaan, juga ditemukan beberapa peninggalan, seperti tengkorak (2 buah), fragmen kecil dari rahang bawah kanan, dan tulang paha (6 buah) yang diperkirakan dari jenis manusia. Selama masa paleolitikum tengah, jenis manusia itu tidak banyak mengalami perubahan secara fisik. Pithecanthropus Erectus adalah nenek moyang dari Manusia Solo (Homo Soloensis). Persoalan yang agak aneh karena Pithecanthropus memiliki dahi yang sangat sempit, busur alis mata yang tebal, otak yang kecil, rahang yang besar, dan geraham yang kokoh. Di samping ini adalah salah tengkorak Homo Soloensis yang ditemukan oleh Ter Haar, Oppenoorth, dan von Konigwald di Ngandong pada tahun 1936 - 1941.
Pada Zaman Mesolitikum terdapat tiga macam kebudayaan yang berbeda satu sama lain, yaitu kebuadayaan:
- Bascon - Hoabin,
- Toale, dan
- Sampung.
Kebudayaan Bascon - Hoabin ditemukan dalam goa - goa dan bukit - bukit kerang di Indo Cina, Siam, Malaka, dan Sumatera Timur. Daerah - daerah itu merupakan wilayah yang saling berkaitan satu sama lainnya. Kebudayaan ini umumnya berupa alat dari batu kali yang bulat. Sering disebut sebagai ‘batu teras’ karena hanya dikerjakan satu sisi, sedangkan sisi yang lain dibiarkan tetap licin.
Sumateralith adalah salah jenis peralatan manusia pra aksara Indonesia yang berfungsi sebagai alat penetak, pemecah, pemotong, pelempar, penggali, dan lain - lain. Alat ini ditemukan di Sumatera dalam jumlah yang sangat banyak. Penemuan ini merupakan fenomena yang menarik karena berkaitan dengan kehidupan masyarakat pada waktu itu. Sekurang - kurangnya, penemuan itu merupakan bukti bahwa kehidupan masyarakat sudah semakin maju dengan kebutuhan yang semakin tinggi.
Hasil kebudayaan Toale dan yang serumpun umumnya, berupa kebudayaan ‘flake’ dan ‘blade’. Kebudayaan ini mendapat pengaruh kuat dari unsur ‘microlith’ sehingga menghasilkan alat - alat yang berukuran kecil dan terbuat dari batu yang mirip dengan ‘batu api’ di Eropa. Di samping itu, ditemukan alat - alat yang terbuat dari tulang dan kerang. Alat - alat ini sebagian besar merupakan alat berburu atau yang dipergunakan para nelayan.
Kebudayaan - kebudayaan yang mirip dengan kebudayaan Toale ditemukan di Jawa (dataran tinggi Bandung, Tuban, dan Besuki); di Sumatera (di sekeliling danau Kerinci dan goa - goa di Jambi); di Flores, di Timor, dan di Sulawesi. Di bawah ini adalah salah satu hasil kebuadayaan Toale dari Sulawesi Selatan yang memiliki ukuran lebih kecil, tetapi tampak lebih tajam dibandingkan dengan kapak genggam, kapak perimbas, atau jenis kapak lainnya.
Di samping alat - alat yang terbuat dari batu, juga ditemukan alat - alat yang terbuat dari tulang dan tanduk. Kedua jenis alat ini termasuk dalam hasil kebudayaan Toale.
Sementara, kebudayaan Sampung merupakan kebudayaan tulang dan tanduk yang ditemukan di desa Sampung, Ponorogo. Barang yang ditemukan berupa jarum, pisau, dan sudip. Pada lapisan yang lain telah ditemukan ‘mata panah’ yang terbuat dari kapur membatu. Di samping itu ditemukan juga beberapa kerangka manusia dan tulang binatang buas yang dibor (mungkin sebagai perhiasan atau jimat).
Tentang persebaran kebudayaan Toale tidak diketahui secara. Namun, beberapa penelitian telah membuktikan bahwa kebudayaan ini telah berkembang di Sulawesi dan Flores.
Kira - kira 1000 tahun SM, telah datang bangsa - bangsa baru yang memiliki kebudayaan lebih maju dan tinggi derajatnya.Kira - kira 1000 tahun SM, telah datang bangsa - bangsa baru yang memiliki kebudayaan lebih maju dan tinggi derajatnya.
Mereka dikenal sebagai bangsa Probo Melayu dan Deutro Melayu. Beberapa kebudayaan mereka yang terpenting adalah sudah mengenal pertanian, berburu, menangkap ikan, memelihara ternak jinak (anjing, babi, dan ayam).
Sistem pertanian dilakukan dengan sederhana. Mereka menanam tanaman untuk beberapa kali dan sesudah itu ditinggalkan. Mereka berpindah ke tempat lain dan melaksanakan sistem pertanian yang sama untuk kemudian berpindah lagi. Sistem pertanian itu sangat tidak ekonomis, tetapi lebih baik dari kehidupan sebelumnya. Mereka mulai hidup menetap, meski untuk waktu yang tidak lama. Mereka telah membangun pondok - pondok yang berbentuk persegi empat siku - siku, didirikan di atas tiang - tiang kayu, diding-dindingnya diberi hiasan dekoratif yang indah.
Sedangkan peralatan yang mereka pergunakan masih terbuat dari batu, tulang, dan tanduk. Meskipun demikian, peralatan itu telah dikerjakan lebih halus dan lebih tajam. Pola umum kebudayaan dari masa neolitikum adalah pahat persegi panjang. Alat - alat perkakas yang terindah dari kebudayaan ini ditemukan di Jawa Barat dan Sumatera Selatan karena terbuat dari batu permata. Di samping itu, ditemukan beberapa jenis kapak (persegi dan lonjong) dalam jumlah yang banyak dan mata panah.
Berbagai jenis kapak yang ditemukan memiliki fungsi yang yang hampir. Pada masa neolitikum, perkembangan kapak lonjong dan beliung persegi sangat menonjol. Konon kedua jenis alat ini berasal dari daratan Asia Tenggara yang masuk ke Indonesia melalui jalan barat dan jalan timur. Persebaran kapak lonjong dan beliung persegi dapat dilihat dalam peta di bawah ini.
Berdasarkan hasil penelitian, peralatan manusia purba banyak ditemukan di berbagai wilayah, seperti daerah Jampang Kulon (Sukabumi), Gombong (Jawa Tengah), Perigi dan Tambang Sawah (Bengkulu), Lahat dan Kalianda (Sumatera Selatan), Sembiran Trunyan (Bali), Wangka dan Maumere (Flores), daerah Timor Timur, Awang Bangkal (Kalimantan Timur), dan Cabbenge (Sulawesi Selatan). Beberapa peralatan yang penting dan banyak ditemukan, di antaranya:
- Kapak perimbas. Kapak perimbas tidak memiliki tangkai dan
digunakan dengan cara menggenggam. Kapak ini ditemukan hampir di daerah
yang disebutkan di atas dan diperkirakan berasal dari lapisan yang sama
dengan kehidupan Pithecanthropus. Kapak jenis juga ditemukan di
beberapa negara Asia, seperti Myanmar, Vietnam, Thailand, Malaysia,
Pilipina sehingga sering dikelompokkan dalam kebudayaan Bascon-Hoabin.
- Kapak penetak. Kapak penetak memiliki bentuk yang hampir
sama dengan kapak perimbas, tetapi lebih besar dan kasar. Kapak ini
digunakan untuk membelah kayu, pohon, dan bambu. Kapak ini ditemukan
hampir di seluruh wilayah Indonesia.
- Kapak genggam. Kapak genggam memiliki bentuk yang hampir
sama dengan kapak perimbas, tetapi lebih kecil dan belum diasah. Kapak
ini juga ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Cara menggunakan
kapak ini adalah menggenggam bagian yang kecil.
- Pahat genggam. Pahat genggam memiliki bentuk lebih kecil
dari kapak genggam. Menurut para ahli, pahat ini dipergunakan untuk
menggemburkan tanah. Alat ini digunakan untuk mencari ubi - ubian yang
dapat dimakan.
- Alat serpih. Alat ini memiliki bentuk yang sederhana dan
berdasarkan bentuknya alat diduga sebagai pisau, gurdi, dan alat
penusuk. Alat ini banyak ditemukan di gua - gua dalam keadaan yang utuh.
Di samping itu, alat ini juga ditemukan Sangiran (Jawa Tengah),
Cabbenge (Sulawesi Selatan), Maumere (Flores), dan Timor.
- Alat - alat dari tulang. Tampaknya, tulang - tulang
binatang hasil buruan telah dimanfaatkan untuk membuat alat seperti
pisau, belati, mata tombak, mata panah, dan lain - lainnya. Alat - alat
ini banyak ditemukan di Ngandong dan Sampung (Ponorogo). Oleh karena
itu, pembuatan alat-alat ini sering disebut kebudayaan Sampung.
- Blade, flake, dan microlith. Alat-alat ini banyak
ditemukan di Jawa (dataran tinggi Bandung, Tuban, dan Besuki); di
Sumatera (di sekeliling danau Kerinci dan gua - gua di Jambi); di
Flores, di Timor, dan di Sulawesi. Semua alat - alat itu sering disebut
sebagai kebudayaan Toale atau kebudayaan serumpun.
Sistem kepercayaan masyarakat terus berkembang. Penghormatan kepada roh nenek moyang dapat dilihat pada peninggalan - peninggalan berupa tugu batu seperti pada zaman megalitikum. Peninggalan megalitikum lebih banyak ditemukan pada tempat - tempat yang tinggi. Hal itu sesuai dengan kepercayaan bahwa roh nenek moyang bertempat tinggal pada tempat yang lebih tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa manusia mulai menyadari kehidupannya berada di tengah - tengah alam semesta. Manusia menyadari dan merasakan adanya kekuatan yang maha dahsyat di luar dirinya sendiri. Kekuatan itulah yang kemudian diketahui berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan yang menciptakan, menghidupkan, memelihara, dan membinasakan alam semesta. Dari kepercayaan itu, selanjutnya berkembang kepercayaan yang bersifat animisme, dinamisme, dan monoisme. Animisme adalah kepercayaan bahwa setiap benda memiliki roh atau jiwa. Dinamisme merupakan kepercayaan bahwa setiap benda memiliki kekuatan gaib. Sedangkan monoisme merupakan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Sebenarnya, zaman megalitikum bukan kelanjutan dari zaman batu sebelumnya. Megalitikum muncul bersamaan dengan zaman mesolotikum dan neolitikum. Pada zaman batu pada umumnya, muncul kebudayaan batu besar (megalitikum) seperti menhir, batu berundak, dolmen, dan sebagainya.
Sementara, zaman logam dibedakan menjadi 3 (tiga) zaman, yaitu:
- zaman Tembaga,
- zaman Perunggu, dan
- zaman Besi.
Tugas
- Sebutkan pembagian zaman berdasarkan peralatan yang dipergunakan masyarakat pra aksara di Indonesia!
- Sebutkan hasil - hasil kebudayaan material dan rohani masyarakat pra aksara!
D. JENIS - JENIS MANUSIA PURBA
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa pada zaman atau
kala Pleistosin hidup beberapa jenis manusia purba. Secara ringkas
kehidupan manusia purba disajikan dalam tabel di bawah ini.Homo Sapiens merupakan perkembangan dari jenis manusia sebelumnya dan telah menunjukkan bentuk seperti manusia pada masa sekarang. Fosil jenis manusia ini ditemukan di beberapa daerah di Indonesia.
Rangkuman
Nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Yunan, yaitu suatu daerah
yang terletak di negara Myanmar. Di samping itu, di Indonesia banyak
ditemukan fosil dan artefak dari manusia purba.Pada awalnya, masyarakat pra aksara hidup secara nomaden. Dalam perkembangannya, kehidupan mereka mengalami perubahan dari nomaden menjadi semi nomaden. Akhirnya, mereka hidup secara menetap di suatu tempat dengan tempat tinggal yang pasti.
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, masyarakat pra aksara menggunakan beberapa jenis peralatan, baik yang terbuat dari batu maupun logam. Oleh karena itu, masyarakat pra aksara telah menghasilkan kebudayaan materi (fisik).
Di samping kebudayaan fisik, masyarakat pra aksara juga telah menghasilkan kebudayaan rohani, yaitu aliran kepercayaan animisme dan dinamisme.
Berdasarkan hasil - hasil kebudayaan, maka zaman pada masa pra aksara dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
- zaman batu dan
- zaman logam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar