Ha Hana hurip wening suci – adanya hidup adalah kehendak dari yang Maha Suci
Na Nur candra,gaib candra,warsitaning candara-pengharapan manusia hanya selalu ke sinar Illahi
Ca Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi-satu arah dan tujuan pada Yang Maha Tunggal
Ra Rasaingsun handulusih – rasa cinta sejati muncul dari cinta kasih nurani
Ka Karsaningsun memayuhayuning bawana – hasrat diarahkan untuk kesajetraan alam
Da Dumadining dzat kang tanpa winangenan – menerima hidup apa adanya
Ta Tatas, tutus, titis, titi lan wibawa – mendasar ,totalitas,satu visi, ketelitian dalam memandang hidup
Sa Sifat ingsun handulu sifatullah- membentuk kasih sayang seperti kasih Tuhan
Wa Wujud hana tan kena kinira – ilmu manusia hanya terbatas namun implikasinya bisa tanpa batas
La Lir handaya paseban jati – mengalirkan hidup semata pada tuntunan Illahi
Pa Papan kang tanpa kiblat – Hakekat Allah yang ada disegala arah
Dha Dhuwur wekasane endek wiwitane – Untuk bisa diatas tentu dimulai dari dasar
Ja Jumbuhing kawula lan Gusti -selalu berusaha menyatu -memahami kehendak Nya
Ya Yakin marang samubarang tumindak kang dumadi – yakin atas titah /kodrat Illahi
Nya Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diuruki – memahami kodrat kehidupan
Ma Madep mantep manembah mring Ilahi – yakin – mantap dalam menyembah Ilahi
Ga Guru sejati sing muruki – belajar pada guru nurani
Ba Bayu sejati kang andalani – menyelaraskan diri pada gerak alam
Tha Tukul saka niat – sesuatu harus dimulai – tumbuh dari niatan
Nga Ngracut busananing manungso – melepaskan egoisme pribadi -manusia
Filsafat ha-na-ca-ka-ra yang diungkapan Paku Buwana IX dikutip oleh Yasadipura sebagai bahan sarasehan yang diselenggarakan Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta pada tanggal, 13 Juli 1992. Judul makalah yang dibawakan Yasadipura adalah ” Basa Jawi Hing Tembe Wingking Sarta Haksara Jawi kang Mawa Tuntunan Panggalih Dalem Hingkang Sinuhun Paku Buwana IX Hing Karaton Surakarta Hadiningrat “. Dalam makalah itu dikemukakan oleh Yasadipura ( 1992 : 9 – 10 ) bahwa Paku Buwana IX memberikan ajaran ( filsafat hidup ) berdasarkan aksara ha-na-ca-ra-ka dan seterusnya, yang dimulai dengan tembang kinanthi, sebagai berikut.
Nora kurang wulang wuruk tak kurang piwulang dan ajaran
Tumrape wong tanah Jawi bagi orang tanah Jawa
Laku-lakune ngagesang perilaku dalam kehidupan
Lamun gelem anglakoni jika mau menjalaninya
Tegese aksara Jawa maknanya aksara Jawa
Iku guru kang sejati itu guru yang sejati
Ajaran filsafat hidup berdasarkan aksara Jawa itu sebagai berikut :
Ha-Na-Ca-Ra-Ka
berarti ada ” utusan “
yakni utusan hidup, berupa nafas yang berkewajiban menyatukan jiwa dengan jasat manusia.
Maksudnya ada yang mempercayakan, ada yang dipercaya dan ada yang dipercaya untuk bekerja. Ketiga unsur itu adalah Tuhan, manusia dan kewajiban manusia ( sebagai ciptaan )
Da-Ta-Sa-Wa-La
berarti manusia setelah diciptakan sampai dengan data ” saatnya ( dipanggil ) “
tidak boleh sawala ” mengelak “
manusia ( dengan segala atributnya ) harus bersedia melaksanakan, menerima dan menjalankan kehendak Tuhan
Pa-Dha-Ja-Ya-Nya
berarti menyatunya zat pemberi hidup ( Khalik ) dengan yang diberi hidup ( makhluk ). Maksdunya padha ” sama “
atau sesuai, jumbuh, cocok ” tunggal batin yang tercermin dalam perbuatan berdasarkan keluhuran dan keutamaan.
Jaya itu ” menang, unggul “
sungguh-sungguh dan bukan menang-menangan ” sekedar menang ” atau menang tidak sportif.
Ma-Ga-Ba-Tha-Nga
berarti menerima segala yang diperintahkan dan yang dilarang oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Maksudnya manusia harus pasrah, sumarah pada garis kodrat, meskipun manusia diberi hak untuk mewiradat, berusaha untuk menanggulanginya.
Na Nur candra,gaib candra,warsitaning candara-pengharapan manusia hanya selalu ke sinar Illahi
Ca Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi-satu arah dan tujuan pada Yang Maha Tunggal
Ra Rasaingsun handulusih – rasa cinta sejati muncul dari cinta kasih nurani
Ka Karsaningsun memayuhayuning bawana – hasrat diarahkan untuk kesajetraan alam
Da Dumadining dzat kang tanpa winangenan – menerima hidup apa adanya
Ta Tatas, tutus, titis, titi lan wibawa – mendasar ,totalitas,satu visi, ketelitian dalam memandang hidup
Sa Sifat ingsun handulu sifatullah- membentuk kasih sayang seperti kasih Tuhan
Wa Wujud hana tan kena kinira – ilmu manusia hanya terbatas namun implikasinya bisa tanpa batas
La Lir handaya paseban jati – mengalirkan hidup semata pada tuntunan Illahi
Pa Papan kang tanpa kiblat – Hakekat Allah yang ada disegala arah
Dha Dhuwur wekasane endek wiwitane – Untuk bisa diatas tentu dimulai dari dasar
Ja Jumbuhing kawula lan Gusti -selalu berusaha menyatu -memahami kehendak Nya
Ya Yakin marang samubarang tumindak kang dumadi – yakin atas titah /kodrat Illahi
Nya Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diuruki – memahami kodrat kehidupan
Ma Madep mantep manembah mring Ilahi – yakin – mantap dalam menyembah Ilahi
Ga Guru sejati sing muruki – belajar pada guru nurani
Ba Bayu sejati kang andalani – menyelaraskan diri pada gerak alam
Tha Tukul saka niat – sesuatu harus dimulai – tumbuh dari niatan
Nga Ngracut busananing manungso – melepaskan egoisme pribadi -manusia
Filsafat ha-na-ca-ka-ra yang diungkapan Paku Buwana IX dikutip oleh Yasadipura sebagai bahan sarasehan yang diselenggarakan Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta pada tanggal, 13 Juli 1992. Judul makalah yang dibawakan Yasadipura adalah ” Basa Jawi Hing Tembe Wingking Sarta Haksara Jawi kang Mawa Tuntunan Panggalih Dalem Hingkang Sinuhun Paku Buwana IX Hing Karaton Surakarta Hadiningrat “. Dalam makalah itu dikemukakan oleh Yasadipura ( 1992 : 9 – 10 ) bahwa Paku Buwana IX memberikan ajaran ( filsafat hidup ) berdasarkan aksara ha-na-ca-ra-ka dan seterusnya, yang dimulai dengan tembang kinanthi, sebagai berikut.
Nora kurang wulang wuruk tak kurang piwulang dan ajaran
Tumrape wong tanah Jawi bagi orang tanah Jawa
Laku-lakune ngagesang perilaku dalam kehidupan
Lamun gelem anglakoni jika mau menjalaninya
Tegese aksara Jawa maknanya aksara Jawa
Iku guru kang sejati itu guru yang sejati
Ajaran filsafat hidup berdasarkan aksara Jawa itu sebagai berikut :
Ha-Na-Ca-Ra-Ka
berarti ada ” utusan “
yakni utusan hidup, berupa nafas yang berkewajiban menyatukan jiwa dengan jasat manusia.
Maksudnya ada yang mempercayakan, ada yang dipercaya dan ada yang dipercaya untuk bekerja. Ketiga unsur itu adalah Tuhan, manusia dan kewajiban manusia ( sebagai ciptaan )
Da-Ta-Sa-Wa-La
berarti manusia setelah diciptakan sampai dengan data ” saatnya ( dipanggil ) “
tidak boleh sawala ” mengelak “
manusia ( dengan segala atributnya ) harus bersedia melaksanakan, menerima dan menjalankan kehendak Tuhan
Pa-Dha-Ja-Ya-Nya
berarti menyatunya zat pemberi hidup ( Khalik ) dengan yang diberi hidup ( makhluk ). Maksdunya padha ” sama “
atau sesuai, jumbuh, cocok ” tunggal batin yang tercermin dalam perbuatan berdasarkan keluhuran dan keutamaan.
Jaya itu ” menang, unggul “
sungguh-sungguh dan bukan menang-menangan ” sekedar menang ” atau menang tidak sportif.
Ma-Ga-Ba-Tha-Nga
berarti menerima segala yang diperintahkan dan yang dilarang oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Maksudnya manusia harus pasrah, sumarah pada garis kodrat, meskipun manusia diberi hak untuk mewiradat, berusaha untuk menanggulanginya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar