"Kami sudah menyiapkan dana investasi 2 juta dolar AS untuk membuat
film bertema semi-animasi di Indonesia," kata Director Head of Nikkatsu
Studio, Keizo Yuri di Jakarta, Sabtu, dalam kunjungannya ke Indonesia di
acara Pekan Produk Kreatif Indonesia (PPKI) 2012.
Nakkatsu
Corporation yang memproduksi film "The Killers" itu, akan merealisasikan
investasinya dalam waktu dekat ini melalui "joint production" dengan
perusahaan Indonesia.
Menurut Yuri, prospek industri animasi dan film di Indonesia termasuk pasarnya tergolong cerah dan menjanjikan.
"Saya pikir Jepang dan Indonesia akan maju bersama di bidang film dan animasi," ucapnya.
Yuri yang juga memproduseri film Yattare-Man itu mengatakan pihaknya
siap berbagi ilmu dan pengalaman dengan para pelaku industri film dan
animasi di Indonesia.
Wakil Presiden International Business
Development Aniplex Jepang, Hiroshi Sasaki pada kesempatan yang sama
juga sedang menjajaki pasar film dan konten animasi di Indonesia.
"Saya hanya dua hari di sini (Indonesia), sebelumnya saya belum tahu
pasar Asia seperti apa. Ternyata sangat apresiatif, ada banyak toko
komik dan toko buku di sini. Ini mencerminkan ada peluang dan kesempatan
yang besar di Indonesia," ujarnya.
Seperti layaknya Jepang
yang bisa membuat cerita komik yang bagus dan karakter yang kuat, Sasaki
juga percaya Indonesia bisa melakukan hal serupa.
Sementara
itu, Direktur Caravan Studio, Chris Lie, sebagai pelaku industri lokal
mengaku selama ini 92 persen proyek yang dikerjakannya adalah pesanan
dari luar negeri meliputi Amerika Serikat, Jepang, Korea, dan sebagian
Eropa.
"Ini menunjukkan belum ada yang butuh 'service' kita di sini," katanya.
Menurut dia, diperlukan adanya sosialisasi yang matang dan menyeluruh
serta yang terpenting adanya kebijakan pemerintah berupa ketentuan wajib
tayang animasi lokal kepada para stasiun televisi di Indonesia.
Meskipun memiliki pasar yang menjanjikan, kata dia, hal itu tidak akan
ada artinya apabila tidak ada ruang bagi pelaku industri kreatif untuk
mengekspresikan karyanya.
"Kebijakan wajib tayang lebih penting ketimbang bantuan permodalan. Harus ada 'slot' untuk animasi lokal," tuturnya.
Menanggapi hal itu, Direktur Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasis
Media Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Armein Firmansyah
mengatakan, pihaknya akan mereplikasi kebijakan di negara-negara lain
yang terbukti mampu mendorong perkembangan film dan konten animasi.
"Kita akan mengarah ke sana, karena kalau kita tidak segera bergerak
industri konten animasi kita bisa dikuasai asing," tukasnya